Hibeyu
7 min readNov 5, 2021

INTIP KEADAAN RTH DI PERKOTAAN APAKAH SUDAH SESUAI DENGAN REGULASI YANG ADA?

Sumber : https://tirto.id/kepadatan-penduduk-perparah-covid-19-saatnya-ubah-tata-kota-eZeg

Memutuskan untuk hidup di perkotaan tentunya tidak bisa lepas dengan keadaan hiruk pikuknya. Kota berkembang semakin pesat terutama dari sisi pembangunannya, baik secara fisik maupun infrastrukturnya, sehingga menyebabkan sering terjadinya pengalihfungsian lahan menjadi kawasan industri, perkantoran, perdagangan dan jasa, permukiman, jaringan transportasi serta sarana dan prasarana.

Sumber : https://theconversation.com/polusi-udara-di-kota-kota-besar-di-dunia-berpengaruh-pada-penurunan-kognitif-anak-alzheimer-dan-kematian-125344
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191015144559-199-439665/udara-3-kota-di-indonesia-tidak-sehat-dan-berbahaya

Akibatnya ketersediaan lahan di perkotaan semakin terbatas dan menyebabkan minimnya ruang terbuka hijau di perkotaan. Padahal, kehadiran ruang terbuka hijau dalam suatu kota dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup di suatu kota, meningkatkan kualitas lingkungan dan dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat pembangunan kota. Dan bila kebutuhan akan RTH ini tidak terpenuhi, maka secara tidak lansung akan memengaruhi kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya dapat memengaruhi kehidupan manusia.

Menurut UU No. 26 Tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sesuai dengan UU no 24 Tahun 1992, RTH berfungsi sebagai wadah untuk kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan. Kemudian, disebutkan juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) №1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH di Kawasan Perkotaan (RTHKP), dikatakan juga bahwa penyediaan RTH yang memadai merupakan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan perkotaan.

Sumber : https://dpkp3.bandung.go.id/ruang-terbuka-hijau

Menurut Simon (1997), ruang terbuka hijau memiliki kekuatan untuk membentuk citra suatu kota dan menjaga kelangsungan hidupnya karena tanpa keberadaan RTH di suatu kota dapat menyebabkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal didalamnya. Oleh karena itu, perlunya keselarasan harmoni antara struktural kota dan alam ketika melakukan perencanaan ruang terbuka.

Tentunya, kehadiran RTH ini memiliki tujuan, yaitu :
1. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,

2. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

3. Meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

RTH yang baik juga diharapkan dapat menjalankan keempat fungsinya, yaitu :

  1. Fungsi ekologis
    antara lain : paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitas satwa, penyerap polutan dalam udara, air dan tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial budaya

antara lain : menggambarkan ekspresi budaya lokal, media komunikasi, dan tempat, rekreasi warga.

3. Fungsi ekonomi

antara lain : sumber produk yang bisa dijual seperti tanaman bunga, buah, daun, dan sayur mayur. Beberapa juga berfungsi sebagai bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-lain.

4. Fungsi estetika

antara lain meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik skala mikro (halaman rumah/lingkungan pemukiman), maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan); menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

Kehadiran RTH juga diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung memiliki pengertian cepat dan bersifat tangible yaitu membentuk kenyamanan dan keindahan, serta dapat menghasilkan bahan-bahan untuk dijual seperti kayu, daun, bunga, dan buah. Sedangkan manfaat tidak langsung memiliki pengertian berjangka panjang dan bersifat intangible yaitu sebagai pembersih udara yang efektif, memelihara kelangsungan persediaan air tanah dan pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada.

Bila mengacu pada UU №26 Tahun 2007 Pasal 29, dikatakan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Untuk proporsinya, wilayah kota

harus memiliki ruang terbuka publik paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dengan perbandingan 20% untuk ruang terbuka hijau publik dan 10% untuk ruang terbuka hijau privat. Namun, persentase ini bukanlah sebuah “angka mati”, tetapi menjadi persentase atau ukuran minimal yang harus diterapkan pada kawasan perkotaan agar dapat menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat maupun sistem ekologis lain yang kemudian akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Untuk mencapai RTH 30% dalam suatu perkotaan, dapat dilakukan langkah-langkah strategi berikut :

  1. Menetapkan kawasan yang tidak boleh dibangun

Rencana Tata Ruang Wilayah mengatur kawasan-kawasan yang tidak boleh dibangun, seperti habitat satwa liar, daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi, daerah genangan dan penampungan air, daerah rawan longsor, tepian sungai dan pantai sebagai pengaman ekologis, serta daerah dengan nilai pemandangan yang tinggi

Sumber : https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/12/18/perbedaan-kawasan-konservasi-di-indonesia-cagar-alam-suaka-margasatwa-dan-taman-nasional

2. Membangun lahan hijau baru, memperluas RTH dengan membeli lahan

Pemerintah memegang wewenang dalam suatu kota untuk melakukan stategi pembebasan lahan dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan taman lingkungan, taman kota, taman makan, lapangan olahraga, hutan kota, kebun raya, hutan mangrove dan danau buatan

3. Mengembangkan koridor ruang hijau kota

Koridor ruang hijau kota merupakan urban park connector yang menghubungkan RTH yang satu dengan yang lainnya di setiap kota. Koridor ini diciptakan dengan menanami pohon besar disepanjang ruang hijau yang berpotensi seperti di pedestrian, sempadan sungai, tepian badan air dan waduk, sempadan rel kereta api dan dapat dijadikan sebagai transportasi kendaraan bermotor dan jalur wisata kota ramah lingkungan

Sumber : http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2kh/knowledge/detail/strategi-peningkatan-ruang-terbuka-hijau

4. Mengakuisisi RTH privat dan menjadikann bagian RTH kota

Akuisisi dilakukan dengan menerapkan salah satu regulasi tata bangunan yaitu Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada lahan privat yang dimiliki oleh masyarakat dan swasta pada pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pemerintah Daerah.

Apa itu Koefisien Dasar Hijau (KDH)?

KDH adalah adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Pemanfaatan ruang hijau dari perhitungan KDH ini digunakan sebagai :

  • sirkulasi udara (paru-paru kota) — pengatur iklim mikro
  • sebagai peneduh
  • produsen oksigen
  • penyerap air hujan
  • penyedia habitat satwa — penyerap polutan
  • penahan angin
Sumber: https://iai-jakarta.org/storage/app/media/jakarta/downloads/Forum%20Regulasi/Materi%202_%20BPTSP .pdf

Suatu ruang dapat diperhitungkan telah memenuhi regulasi KDH jika :

  • mempunyai fungsi resapan dan harus dapat ditumbuhi oleh rumput
  • tidak dimanfaatkan, dipergunakan dan/atau bagian dari jalur sirkulasi internal untuk kegiatan operasional dan servis
  • dikhususkan hanya untuk akses pemadam kebakaran, tidak dimanfaatkan untuk kegiatan yang lain termasuk parkir kendaraan
  • maksimal 50% dari batasan KDH yang ditetapkan dengan ketentuan sisa luas KDH yang bukan digunakan sebagai akses kebarakan, tidak kurang dari 10% luas lahan perencanaan
  • memberikan tanda antara jalur khusus pemadam kebakaran dengan area KDH lain

5. Peningkatan kualitas RTH kota melalui refungsi RTH eksisting.

Mengoptimalisasi fungsi ekologis RTH eksisting dapat dilakukan melalui revitalisasi kawasan hutan bakau, situ, danau maupun waduk sebagai daerah resapan air serta penanaman rumput pada taman lingkungan permukiman yang diperkeras.

6. Menggunakan green roof / green wall pada bangunan

Karena keterbatasan lahan yang dimiliki, upaya mengembangkan kawasan hijau dapat dilakukan dengan memanfaatkan ruang-ruang terbangun melalui penanaman tanaman pada atap ataupun dinding bangunan

7. Menyusun kebijakan hijau.

Pemerintah Daerah serta DPRD sebagai fungsi legislatif mendorong penyusunan dan penetapan Perda terkait dengan RTH dan Rencana Induk RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum.

8. Memberdayakan komunitas hijau.

Partisipasi aktif masyarakat dalam komunitas hijau diberdayakan melalui pembuatan pemerataan komunitas hijau, penyusunan rencana tindak, dan kelembagaan peran komunitas hijau.

Selain langkah-langkah tersebut, dapat juga dilakukan pengembangan terhadap RTH Publik dan Privat seperti :

a. Pengembangan RTH Publik:

1. Pengembangan RTH Pertamanan

  • Contoh: RTH Taman Olahraga, taman perumahan dan taman kota. Berfungsi sebagai tempat pendidikan dan sosial, estetika dan filter bagi gas pencemar dan debu, mereduksi potensi banjir dan mengantisispasi krisis lingkunganyang semakin meluas.

2. Pengembangan RTH Hutan Kota
RTH yang bersifat pasif dengan fungsi 90 % dimanfaatkan sebagai area kawasan hijau. Tantangan Pengembangan RTH Hutan Kota meliputi:
a) Hutan kota tidak terurus sehingga perlu difungsikan agar lebih indah
b) Melindungi hutan kota dari kerusakan, kebakaran serta hama penyakit.

3. Pengembangan RTH Jalur hijau

Area pedestrian adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan kota dan taman.

b. Pengembangan RTH Privat

1. Pengembangan RTH Pekarangan

Pengembangan RTH pekarangan dilakukan pada daerah sisa bangunan atau daerah yang sesuai dengan perhitungan KDH dengan cara menanam pohon pelindung. Sedangkan pada lahan dengan kapling sempit, tetap dapat melakukan penghijauan dengan menggunakan tanaman hias dan pot gantung. Pengembangan RTH pekarangan meliputi pekarangan halaman perumahan, perkantoran, pertokoan dan tempat usaha, serta pengembangan pekarangan metode roof garden dan pengembangan taman lingkungan

2. Pengembangan RTH Pertanian & Perkebunan

Bila mengacu pada RENSTRA tahun 2009–2013, pengembangan RTH pertanian dan perkebunan meliputi : mengembangkan pertanian agribisnis dan agroindustri, pengembangan komoditas melalui teknologi, pemasaran pertanian, penyuluhan, dan meningkatkan manajerial petani

SUMBER :
Ayu, Ardianti Permata. 2019. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Citra Kota UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Kurniawan, Iwan. 2016. Visi Perbaikan Kota vs Regulasi. IAI Jakarta. https://iai- jakarta.org/storage/app/media/jakarta/downloads/Forum%20Regulasi/Materi%202_%20BPTSP. pdf

https://media.neliti.com/media/publications/78080-ID-pengembangan-ruang-terbuka-hijau- dalam-u.pdf

https://www.researchgate.net/publication/332187134_PERAN_RUANG_TERBUKA_HIJAU_D ALAM_PERENCANAAN_KOTA_SEBAGAI_POTENSI_PEMBENTUK_SMART_CITY

https://newberkeley.wordpress.com/2010/06/13/peran-rth-privat-dalam-menjaga-dan- meningkatkan-kualitas-lingkungan-hidup-di-kawasan-kota/

https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/dekons/article/view/1958/1774 https://dpkp3.bandung.go.id/ruang-terbuka-hijau https://www.medcofoundation.org/mengenal-ruang-terbuka-hijau/ http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2kh/knowledge/detail/strategi-peningkatan-ruang-terbuka-hijau

Hibeyu
Hibeyu

Written by Hibeyu

A growing youth community that creates a global movement to solve existing problems related to poor and inequality of urban sanitation practices.

No responses yet